FC Barcelona
PENGETAHUAN BAGI ISLAM BAGAIKAN RUH (NYAWA) BAGI MANUSIA (MUHAMMAD AL GHAZALI (1970), KHULUQUL MUSLIM: 445).

Jumat, 23 September 2016

Psikologi Umum: Makalah SIKAP

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda ketika dihadapkan pada suatu hal atau objek tertentu. Reaksi tersebut akan menentukan sikap seseorang, apakah dia akan mengambil sikap yang positif ataukah sikap yang negatif terhadap objek yang dia hadapi. Secara nyata, sikap menunjukkan adanya kesesuaian antar reaksi dan stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap masih merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, bukan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, namun merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan sikap?
2.      Apa saja tingkatan yang ada dalam sikap?
3.      Apa saja yang menjadi ciri-ciri sikap sikap?
4.      Apa saja komponen-komponen dalam sikap?
5.      Apa saja fungsi dari sikap?
6.      Bagaimana sikap terbentuk?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sikap.
2.      Untuk mengetahui tingkatan dalam sikap.
3.      Untuk mengetahui fungsi dari sikap.
4.      Untuk mengetahui ciri-ciri sikap.
5.      Untuk mengetahui fungsi dari sikap.
6.      Untuk mengetahui proses pembentukan sikap.

BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Sikap
Berikut ini adalah beberapa pengertian sikap menurut beberapa ahli, yaitu:
1.             Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif  (ravorably) atau secara negatif (untavorably) terhadap objek- objek tertentu.
2.             D. Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999) berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu.
3.             La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
4.             Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa objek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
5.             Di www. wikipedia.org menjelaskan sikap adalah perasaan seseorang tentang objek, aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral) seseorang pada sesuatu.
6.             Menurut G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak.
7.             Menurut F. H. Allport sikap adalah suatu persiapan berpindah/ berbuat dalam suatu arah tertentu.
8.             Menurut Charles Bird sikap sebagai suatu yang berhubungan dengan penyesuaian diri seseorang kepada aspek-aspek lingkungan sekitar yang dipilih atau kepada tindakannya sendiri.
9.             Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.
10.         Jalaludin Rakhmat (1992: 39) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
a.       Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
b.      Sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.
c.       Sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan.
d.      Sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
e.       Sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
11.         Sri Utami Rahayuningsih (2008) Sikap (Attitude) adalah:
a.         Berorientasi kepada respon: sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (Unfavourable) pada suatu objek.
b.        Berorientasi kepada kesiapan respon: sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon suatu pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan.
c.         Berorientasi kepada skema triadic: sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.
Manusia dapat mempunyai bermacam-macam sikap terhadap bermacam-macam hal. Contoh-contoh di bawah ini akan menunjukkan apakah yang sebenarnya dimaksud dengan sikap tersebut dalam kehidupan sehari-hari:
·                Bagi seorang Islam yang fanatik, maka makanan dari daging babi adalah haram dan kotor. Kalau kepadanya dikatakan bahwa makanan yang sedang dikunyahnya adalah daging babi, maka makanan itu akan segera dimuntahkannya keluar.
·                Seorang pedagang tingkat tinggi lebih menyukai mobil merek “Mercedes Benz” daripada merek-merek lainnya, sekalipun mobil-mobil lain tidak kalah mewahnya dan sama harganya.
·                Seorang petani selalu berusaha menghindari perjumpaan dengan seorang rentenir, karena hutangnya pada rentenir itu sudah bertumpuk.
·                Seorang anak kecil suka sekali pada coklat dan eskrim.
Dari contoh-contoh di atas, sikap dapat didefinisikan sebagai berikut: “sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu” (Sarwono, 1976).
Sikap ini dapat bersifat positif, dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu; sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Dalam contoh-contoh di atas, sikap pedagang terhadap mobil “Mercedes” dan sikap anak kecil terhadap coklat atau eskrim adalah sikap positif dan sikap petani terhadap rentenir adalah sikap negatif.
Dalam kehidupan masyarakat, sikap ini penting sekali. Misalnya, sikap negatif terhadap orang-orang keturunan Cina di Indonesia, atau sikap negatif pada orang kulit putih terhadap orang Negro di Amerika Serikat, sangat menyulitkan hubungan antara ras-ras yang bersangkutkan. Sikap negatif generasi tua terhadap tingkah laku generasi muda akan memperlebar jurang pemisah antara kedua generasi tersebut. Di lain pihak, sikap positif dari banyak individu anggota masyarakat terhadap suatu usaha sosial atau gerakan politik akan memudahkan pimpinan gerakan sosial atau gerakan politik untuk menngumpulkan dana atau mengerahkan massa. Orang-orang yang mempunyai sikap-sikap yang sama terhadap hal-hal yang sama lebih mudah dipersatukan dalam kelompok daripada orang-orang yang sikapnya berbeda-beda.
Sikap ada yang dianut oleh banyak orang yang disebut sikap sosial, ada pula yang dianut oleh hanya satu orang tertentu saja yang disebut sikap individual. Sikap sosial adalah sikap yang ada pada sekelompok orang yang ditujukan kepada suatu objek yang menjadi perhatian seluruh orang-orang tersebut. Misalnya, bangsa Indonesia mempunyai sikap positif terhadap bendera merah-putih dan hari kemerdekaan 17 Agustus. Orang-orang yang fanatik beragama, mempunyai sikap negatif terhadap atheisme dan lain-lain. Sikap individual adalah sikap yang khusus terdapat pada satu-satu orang terhadap objek-objek yang menjadi perhatian orang-orang yang bersangkutan saja. Misalnya, seorang murid sekolah lebih menyukai guru ilmu pastinya daripada guru sejarahnya, seorang ibu rumah tangga hanya mau berbelanja di warung langganannya saja, seorang pemuda lebih mengagumi seragam militer dan ingin masuk tentara, dan sebagainya.


B.            Tingkatan Sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, seperti:
1.             Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang  dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.
2.             Merespon (responding), seperti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3.             Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.
4.             Bertanggung jawab, bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

C.           Ciri-ciri Sikap
Untuk membedakannya dari aspek psikis yang lain (seperti motif, kebiasaan, pengetahuan, dan lain-lain) perlu dikemukakan ciri-ciri sikap sebagai berikut ini:
1.             Dalam sikap selalu terdapat hubungan subjek-objek. Tidak ada sikap yang tanpa objek. Objek ini bisa berupa benda, orang, kelompok orang, nilai-nilai sosial, pandangan hidup, hukum, lembaga masyarakat, dan sebagainya.
2.             Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman.
3.             Karena sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada saat-saat yang berbeda-beda.
4.             Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan. Inilah yang membedakannya daripada misalnya, pengetahuan.
5.             Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Jadi berbeda dengan refleks atau dorongan. Misalnya, seorang yang gemar nasi goreng, akan tetap mempertahankan kegemarannya itu sekalipun ia baru saja makan nasi goreng sampai kenyang.
6.             Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat bermacam-macam sesuai dengan banyaknya objek yang dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan.

D.           Komponen Sikap
Secara umum, dalam berbagai referensi, sikap memiliki 3 komponen yakni: kognitif, afektif, dan kecenderungan tindakan (Morgan dan King, 1975; Krech dan Ballacy, 1963, Howard dan Kendler 1974, Gerungan, 2000).
1.             Komponen kognitif
Aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap objek atau subjek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia, melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada di dalam otak manusia. Nilai-nilai baru yang diyakini benar, baik, indah, dan sebagainya, pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari sikap individu.
2.             Komponen afektif
Aspek  ini dikatakan sebagai perasaan (emosi) individu terhadap objek atau subjek, yang sejalan dengan hasil penilaiannya.
3.             Komponen kecenderungan bertindak
Berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya.
Sikap seseorang terhadap suatu objek atau subjek dapat positif atau negatif. Manifestasi sikap terlihat dari tanggapan seseorang apakah ia menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap objek atau subjek. Komponen sikap berkaitan satu dengan yang lainnya. Dari manapun kita memulai dalam analisis sikap, ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan satu sistem.
Komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap.

E.            Fungsi Sikap
Menurut Atkinson, Smith, dan Bem (1996), dalam bukunya Pengantar Psikologi, mengungkapkan bahwa sikap memiliki lima fungsi, yaitu instrumental, pertahanan, ego, ekspresi nilai, pengetahuan,dan penyesuaian sosial.
1.             Fungsi Instrumental
Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat, dan menggambarkan keadaan keinginan. Bahwa untuk mencapai suatu tujuan, diperlukan suatu sarana yang disebut sikap. Apabila objek sikap dapat membantu individu mencapai tujuan, individu akan bersikap positif terhadap objek tersebut atau sebaiknya.
2.             Fungsi Pertahanan Ego
Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga dirinya.
3.             Fungsi  Ekspresi
Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu. Sistem nilai yang terdapat pada diri individu dapat dilihat dari sikap yang diambilnya bersangkutan terhadap nilai tertentu.
4.             Fungsi Pengetahuan
Sikap ini membantu individu memahami dunia yang membawa keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang perlu diasimilasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap individu memiliki motif ingin tahu, ingin mengerti, dan pengetahuan.



5.             Fungsi  Penyesuaian Sosial
Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari masyarakat. Dalam hal ini sikap  yang diambi individu tersebut akan sesuai dengan lingkungannya.

F.            Proses Pembentukan dan Perubahan Sikap
Sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat macam cara, yaitu:
1.             Adopsi, yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus-menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap. Misalnya, seorang yang sejak lahir sampai ia dewasa tinggal di lingkungan yang fanatik Islam, ia akan mempunyai sikap negatif terhadap daging babi.
2.             Diferensiasi, yaitu dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula. Misalnya, seorang anak kecil mula-mula takut kepada orang dewasa yang bukan ibunya, tetapi lama-kelamaan ia dapat membeda-bedakan antara ayah, paman, bibi, dan kakak yang disukainya dengan orang yang asing yang tidak disukainya.
3.             Integrasi, yaitu pembentukan sikap yang terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu, sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut. Misalnya, seorang penduduk desa sering mendengar tentang kehidupan kota, ia pun sering membaca surat kabar yang diterbitkan di kota, kawan-kawan yang datang dari kota membawa barang-barang yang bagus dari kota. Setelah beberapa waktu, maka dalam diri orang desa tersebut timbul sikap positif terhadap kota dan hal-hal yang berhubungan dengan kota, sehingga pada akhirnya ia terdorong untuk pergi ke kota.
4.             Trauma, yaitu pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap. Misalnya, orang yang pernah sekali jatuh dari sepeda motor selamanya tidak suka lagi naik sepeda motor.
Pembentukan sikap tidak terjadi demikian saja, melainkan melalui suatu proses tertentu, melalui kontak sosial terus-menerus antara individu dengan individu lain di sekitarnya. Dalam hubungan ini, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah:
1.             Faktor Intern, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan sendiri, seperti selektivitas. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsang dari luar melalui persepsi kita, oleh karena itu kita harus memilih rangsang-rangsang mana yang akan kita dekati dan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini dipengaruhi oleh motif-motif dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri kita. Karena harus memilih inilah kita menyusun sikap positif terhadap satu hal dan membentuk sikap negatif terhadap hal lainnya.
2.             Faktor Ekstern, yaitu pembentukan sikap yang ditentukan oleh faktor-faktor yang berada di luar, yaitu:
a.         Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap.
b.        Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap.
c.         Sifat orang-orang atau yang mendukung sikap tersebut.
d.        Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap.
e.         Situasi pada saat sikap itu dibentuk.
Tentunya tidak semua faktor harus dipenuhi untuk membentuk suatu sikap. Kadang-kadang satu atau dua faktor sudah cukup. Tetapi makin banyak faktor yang ikut mempengaruhi, semakin cepat terbentuk sikap.
Sikap selain dapat terbentuk oleh pengalaman-pengalaman yang objektif atau oleh sugesti-sugesti, juga dapat terbentuk karena prasangka. Prasangka adalah penilaian terhadap sesuatu hal berdasarkan fakta dan informasi yang tidak lengkap. Jadi, sebelum orang tahu benar mengenai sesuatu hal, ia sudah menetapkan pendapatnya mengenai hal tersebut dan atas dasar itu ia membentuk sikapnya.
Dalam interaksi antar kelompok, maka prasangka akan dinyatakan dalam bentuk perasaan superior, lebih besar, lebih pandai dan lebih berkuasa yang terdapat pada satu kelompok terhadap kelompok lainnya. Karena itu prasangka selalu diikuti oleh suatu sikap yang negatif dari satu kelompok terhadap kelompok lainnya.

G.           Pengaruh Kebudayaan terhadap Sikap dan Kepribadian Manusia
Faktor kebudayaan sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian manusia. Di dalam kebudayaan terdapat norma-norma dan nilai-nilai yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat. Tingkah laku sebagai bentuk manifestasi kepribadian dapat dikatakan normal atau abnormal tergantung pada kesesuaiannya pada aturan-aturan sosial yang ada atau kesesuaiannya dengan norma-norma kebudayaan dari masyarakat. Dari sudut pandang inilah maka ketidakmampuan menyesuaikan diri dalam lingkungan kebudayaan tertentu mungkin dalam lingkungan kebudayaan lainnya dipandang cukup mampu menyesuaikannya. Misalnya, di lingkungan kebudayaan yunani kuno dahulu, homoseksual pernah dilembagakan artinya dapat diterima oleh masyarakat karena dianggap suatu perbuatan yang normal. Akan tetapi di lingkungan masyarakat yang norma-norma agamanya (dalam hal ini Islam) kuat, perbuatan demikian merupakan pantangan dan tidak dapat diterima serta dipandang sebagai perbuatan yang abnormal dan sebagainya.
Oleh para psikologi, pengaruh kebudayaan terhadap sikap dan tingkah laku serta kepribadian manusia telah diselidiki sedemikian luasnya sehingga ditemukan kenyataan bahwa peranan kebudayaan dalam  pembentukan sikap, tingkah laku, dan kepribadian itu terletak dalam satu sistem orientasi yang oleh Kardiner disebut sistem integratif. Dalam sistem itu manusia memperoleh kemungkinan untuk mengorganisasikan sikap dan tingkah laku terhadap sistem ide dan perbuatan yang relatif yang mantap.
Adapun sistem integratif tersebut adalah:
1.             Sistem rasional yang berupa metode pengendalian yang dapat membentuk serta memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan science.
2.             Sistem kepercayaan, yaitu semua ide-ide yang bersifat mutlak yang berfungsi untuk menyesuaikan anggota-anggota kelompok atau masyarakat dengan wilayah kehidupan yang tidak dapat dimanipulasikan oleh teknologi atau skill yakni yang menyangkut alam gaib. Sistem kepercayaan tersebut terdiri dari konsepsi kehidupan seperti agama, adat istiadat, methodology, dan termasuk sistem upacara, seperti upacara sembahyang, upacara kematian, dan sebagainya.
3.             Ideologi sosial, yaitu berupa ide dan nilai-nilai yang menyatakan adanya hubungan kekuasaan di antara anggota atau kelompok masyarakat. Ide dan nilai tersebut mengatur hubungan manusia dengan yang lainnya dan menciptakan tingkatan tertentu dari kedekatan hubungan tersebut. Ia mengontrol sistem rasional di atas serta menetapkan pembagian tugas anggota masyarakat, serta mengatur distribusi barang-barang kebutuhan masyarakat, dimana tujuan utamanya adalah membina kesejahteraan sosial.
Ketiga sistem tersebut meliputi tiga aspek kehidupan manusia, yaitu aspek pengembangan kecerdasan dalam lapangan hidup, aspek pengembangan kehidupan pribadi dalam hubungan vertikal dengan Tuhannya melalui emosi dan konasi, dan aspek pengembangan hidup kemasyarakatannya melalui pikiran dan perasaan sosialnya. Dengan demikian, kemampuan individualitas, sosialitas, dan moralitas manusia berkembang dalam ketiga sistem tersebut. Oleh karenanya, dengan ketiga sistem tersebut manusia dapat mempertahankan hidup.


BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Sikap adalah kesiapan seseorang dalam mengambil tindakan terhadap rangsangan yang ia peroleh. Di dalam sikap, terdapat tiga komponen yang saling berkaitan satu sama lainnya, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen kecenderungan bertindak yang merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan.
Kebudayaan masing-masing daerah sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap seseorang yang ada pada daerah tersebut. Seseorang yang berada di daerah ‘A’ belum tentu memiliki sikap yang sama dengan  seseorang yang berada di daerah ‘B’ terhadap sesuatu hal yang sama.


B.            Saran

Ambillah manfaat dari makalah ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar