BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap orang memiliki reaksi
yang berbeda ketika dihadapkan pada suatu hal atau objek tertentu. Reaksi
tersebut akan menentukan sikap seseorang, apakah dia akan mengambil sikap yang
positif ataukah sikap yang negatif terhadap objek yang dia hadapi. Secara
nyata, sikap menunjukkan adanya kesesuaian antar reaksi dan stimulus tertentu
yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial. Sikap masih merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, bukan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, sikap belum
merupakan tindakan atau aktivitas, namun merupakan suatu kecenderungan untuk
bertindak terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan sikap?
2. Apa
saja tingkatan yang ada dalam sikap?
3. Apa
saja yang menjadi ciri-ciri sikap sikap?
4. Apa
saja komponen-komponen dalam sikap?
5. Apa
saja fungsi dari sikap?
6. Bagaimana
sikap terbentuk?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan sikap.
2. Untuk
mengetahui tingkatan dalam sikap.
3. Untuk
mengetahui fungsi dari sikap.
4. Untuk
mengetahui ciri-ciri sikap.
5. Untuk
mengetahui fungsi dari sikap.
6. Untuk
mengetahui proses pembentukan sikap.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sikap
Berikut ini
adalah beberapa pengertian sikap menurut beberapa ahli, yaitu:
1.
Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk
bereaksi (disposition to react) secara
positif (ravorably) atau
secara negatif (untavorably) terhadap
objek- objek tertentu.
2.
D. Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999) berpendapat
bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional,
emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu.
3.
La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai
suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah
respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
4.
Soetarno (1994), sikap
adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak
terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya
tidak ada sikap tanpa objek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa,
pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
5.
Di www. wikipedia.org menjelaskan sikap adalah
perasaan seseorang tentang objek, aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan
ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif,
negatif, atau netral) seseorang pada sesuatu.
6.
Menurut G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap
adalah kesiapan seseorang untuk bertindak.
7.
Menurut F. H. Allport sikap adalah suatu persiapan
berpindah/ berbuat dalam suatu arah tertentu.
8.
Menurut Charles Bird sikap sebagai suatu yang berhubungan
dengan penyesuaian diri seseorang kepada aspek-aspek lingkungan sekitar yang
dipilih atau kepada tindakannya sendiri.
9.
Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan
mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan
pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan
situasi yang berkaitan dengannya.
10.
Jalaludin Rakhmat (1992: 39) mengemukakan lima pengertian sikap,
yaitu:
a. Sikap adalah kecenderungan
bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide,
situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk
berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh
berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
b. Sikap mempunyai daya penolong atau
motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah
orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai,
diharapkan, dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang
harus dihindari.
c. Sikap lebih menetap. Berbagai studi
menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami
perubahan.
d. Sikap mengandung aspek evaluatif:
artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
e. Sikap timbul dari pengalaman: tidak
dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat
diperteguh atau diubah.
11.
Sri Utami Rahayuningsih (2008) Sikap (Attitude) adalah:
a.
Berorientasi kepada respon: sikap adalah suatu bentuk dari
perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (Unfavourable) pada suatu objek.
b.
Berorientasi kepada kesiapan respon: sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon suatu pola
perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari
situasi sosial yang telah terkondisikan.
c.
Berorientasi kepada skema triadic: sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif,
afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan
berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.
Manusia
dapat mempunyai bermacam-macam sikap terhadap bermacam-macam hal. Contoh-contoh
di bawah ini akan menunjukkan apakah yang sebenarnya dimaksud dengan sikap
tersebut dalam kehidupan sehari-hari:
·
Bagi seorang Islam yang
fanatik, maka makanan dari daging babi adalah haram dan kotor. Kalau kepadanya
dikatakan bahwa makanan yang sedang dikunyahnya adalah daging babi, maka
makanan itu akan segera dimuntahkannya keluar.
·
Seorang pedagang
tingkat tinggi lebih menyukai mobil merek “Mercedes Benz” daripada merek-merek
lainnya, sekalipun mobil-mobil lain tidak kalah mewahnya dan sama harganya.
·
Seorang petani selalu
berusaha menghindari perjumpaan dengan seorang rentenir, karena hutangnya pada
rentenir itu sudah bertumpuk.
·
Seorang anak kecil suka
sekali pada coklat dan eskrim.
Dari
contoh-contoh di atas, sikap dapat didefinisikan sebagai berikut: “sikap adalah
kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal
tertentu” (Sarwono, 1976).
Sikap ini dapat
bersifat positif, dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif,
kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek
tertentu; sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi,
menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Dalam contoh-contoh di
atas, sikap pedagang terhadap mobil “Mercedes” dan sikap anak kecil terhadap
coklat atau eskrim adalah sikap positif dan sikap petani terhadap rentenir
adalah sikap negatif.
Dalam kehidupan
masyarakat, sikap ini penting sekali. Misalnya, sikap negatif terhadap
orang-orang keturunan Cina di Indonesia, atau sikap negatif pada orang kulit
putih terhadap orang Negro di Amerika Serikat, sangat menyulitkan hubungan antara
ras-ras yang bersangkutkan. Sikap negatif generasi tua terhadap tingkah laku
generasi muda akan memperlebar jurang pemisah antara kedua generasi tersebut.
Di lain pihak, sikap positif dari banyak individu anggota masyarakat terhadap
suatu usaha sosial atau gerakan politik akan memudahkan pimpinan gerakan sosial
atau gerakan politik untuk menngumpulkan dana atau mengerahkan massa.
Orang-orang yang mempunyai sikap-sikap yang sama terhadap hal-hal yang sama
lebih mudah dipersatukan dalam kelompok daripada orang-orang yang sikapnya
berbeda-beda.
Sikap ada yang
dianut oleh banyak orang yang disebut sikap sosial, ada pula yang dianut oleh
hanya satu orang tertentu saja yang disebut sikap individual. Sikap sosial
adalah sikap yang ada pada sekelompok orang yang ditujukan kepada suatu objek
yang menjadi perhatian seluruh orang-orang tersebut. Misalnya, bangsa Indonesia
mempunyai sikap positif terhadap bendera merah-putih dan hari kemerdekaan 17
Agustus. Orang-orang yang fanatik beragama, mempunyai sikap negatif terhadap
atheisme dan lain-lain. Sikap individual adalah sikap yang khusus terdapat pada
satu-satu orang terhadap objek-objek yang menjadi perhatian orang-orang yang
bersangkutan saja. Misalnya, seorang murid sekolah lebih menyukai guru ilmu
pastinya daripada guru sejarahnya, seorang ibu rumah tangga hanya mau
berbelanja di warung langganannya saja, seorang pemuda lebih mengagumi seragam
militer dan ingin masuk tentara, dan sebagainya.
B.
Tingkatan
Sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan, seperti:
1.
Menerima (receiving),
diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(objek). Misalnya sikap orang dapat
dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.
2.
Merespon (responding),
seperti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3.
Menghargai (valuing),
mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu
indikasi sikap tingkat ini.
4.
Bertanggung jawab, bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
C.
Ciri-ciri
Sikap
Untuk
membedakannya dari aspek psikis yang lain (seperti motif, kebiasaan, pengetahuan,
dan lain-lain) perlu dikemukakan ciri-ciri sikap sebagai berikut ini:
1.
Dalam sikap selalu
terdapat hubungan subjek-objek. Tidak ada sikap yang tanpa objek. Objek ini
bisa berupa benda, orang, kelompok orang, nilai-nilai sosial, pandangan hidup,
hukum, lembaga masyarakat, dan sebagainya.
2.
Sikap tidak dibawa
sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman.
3.
Karena sikap
dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di
sekitar individu yang bersangkutan pada saat-saat yang berbeda-beda.
4.
Dalam sikap tersangkut
juga faktor motivasi dan perasaan. Inilah yang membedakannya daripada misalnya,
pengetahuan.
5.
Sikap tidak menghilang
walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Jadi berbeda dengan refleks atau dorongan.
Misalnya, seorang yang gemar nasi goreng, akan tetap mempertahankan
kegemarannya itu sekalipun ia baru saja makan nasi goreng sampai kenyang.
6.
Sikap tidak hanya satu
macam saja, melainkan sangat bermacam-macam sesuai dengan banyaknya objek yang
dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan.
D.
Komponen
Sikap
Secara umum, dalam berbagai referensi, sikap memiliki 3
komponen yakni: kognitif, afektif, dan kecenderungan tindakan (Morgan dan King,
1975; Krech dan Ballacy, 1963, Howard dan Kendler 1974, Gerungan, 2000).
1.
Komponen
kognitif
Aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu
terhadap objek atau subjek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia, melalui
proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan
diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada di dalam otak
manusia. Nilai-nilai baru yang diyakini benar, baik, indah, dan sebagainya,
pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari sikap
individu.
2.
Komponen
afektif
Aspek ini dikatakan sebagai perasaan (emosi) individu
terhadap objek atau subjek, yang sejalan dengan hasil penilaiannya.
3.
Komponen
kecenderungan bertindak
Berkenaan dengan keinginan individu
untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya.
Sikap seseorang terhadap suatu objek atau subjek dapat
positif atau negatif. Manifestasi sikap terlihat dari tanggapan seseorang
apakah ia menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap objek atau subjek.
Komponen sikap berkaitan satu dengan yang lainnya. Dari manapun kita memulai
dalam analisis sikap, ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan satu sistem.
Komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak
merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan
lainnya. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap.
E.
Fungsi
Sikap
Menurut Atkinson, Smith, dan Bem (1996),
dalam bukunya Pengantar Psikologi, mengungkapkan bahwa sikap memiliki lima fungsi, yaitu
instrumental, pertahanan, ego, ekspresi nilai, pengetahuan,dan penyesuaian
sosial.
1.
Fungsi Instrumental
Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat, dan
menggambarkan keadaan keinginan. Bahwa untuk mencapai suatu tujuan, diperlukan
suatu sarana yang disebut sikap. Apabila objek sikap dapat membantu individu
mencapai tujuan, individu akan bersikap positif terhadap objek tersebut atau
sebaiknya.
2.
Fungsi Pertahanan Ego
Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari
kecemasan atau ancaman harga dirinya.
3.
Fungsi Ekspresi
Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu.
Sistem nilai yang terdapat pada diri individu dapat dilihat dari sikap yang
diambilnya bersangkutan terhadap nilai tertentu.
4.
Fungsi Pengetahuan
Sikap ini membantu individu memahami dunia yang membawa keteraturan
terhadap bermacam-macam informasi yang perlu diasimilasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Setiap individu memiliki motif ingin tahu, ingin mengerti, dan
pengetahuan.
5.
Fungsi Penyesuaian Sosial
Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari masyarakat.
Dalam hal ini sikap yang diambi individu tersebut akan sesuai
dengan lingkungannya.
F.
Proses
Pembentukan dan Perubahan Sikap
Sikap dapat
terbentuk atau berubah melalui empat macam cara, yaitu:
1.
Adopsi, yaitu
kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan
terus-menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan
mempengaruhi terbentuknya suatu sikap. Misalnya, seorang yang sejak lahir
sampai ia dewasa tinggal di lingkungan yang fanatik Islam, ia akan mempunyai
sikap negatif terhadap daging babi.
2.
Diferensiasi, yaitu
dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan
bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang
dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut dapat
terbentuk sikap tersendiri pula. Misalnya, seorang anak kecil mula-mula takut
kepada orang dewasa yang bukan ibunya, tetapi lama-kelamaan ia dapat
membeda-bedakan antara ayah, paman, bibi, dan kakak yang disukainya dengan
orang yang asing yang tidak disukainya.
3.
Integrasi, yaitu
pembentukan sikap yang terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai
pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu, sehingga akhirnya
terbentuk sikap mengenai hal tersebut. Misalnya, seorang penduduk desa sering
mendengar tentang kehidupan kota, ia pun sering membaca surat kabar yang
diterbitkan di kota, kawan-kawan yang datang dari kota membawa barang-barang
yang bagus dari kota. Setelah beberapa waktu, maka dalam diri orang desa
tersebut timbul sikap positif terhadap kota dan hal-hal yang berhubungan dengan
kota, sehingga pada akhirnya ia terdorong untuk pergi ke kota.
4.
Trauma, yaitu
pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada
jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga
menyebabkan terbentuknya sikap. Misalnya, orang yang pernah sekali jatuh dari
sepeda motor selamanya tidak suka lagi naik sepeda motor.
Pembentukan
sikap tidak terjadi demikian saja, melainkan melalui suatu proses tertentu,
melalui kontak sosial terus-menerus antara individu dengan individu lain di
sekitarnya. Dalam hubungan ini, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
sikap adalah:
1.
Faktor Intern, yaitu
faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan sendiri, seperti
selektivitas. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsang dari luar melalui
persepsi kita, oleh karena itu kita harus memilih rangsang-rangsang mana yang
akan kita dekati dan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini dipengaruhi oleh
motif-motif dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri kita. Karena harus
memilih inilah kita menyusun sikap positif terhadap satu hal dan membentuk
sikap negatif terhadap hal lainnya.
2.
Faktor Ekstern, yaitu
pembentukan sikap yang ditentukan oleh faktor-faktor yang berada di luar,
yaitu:
a.
Sifat objek yang
dijadikan sasaran sikap.
b.
Kewibawaan orang yang
mengemukakan suatu sikap.
c.
Sifat orang-orang atau yang
mendukung sikap tersebut.
d.
Media komunikasi yang
digunakan dalam menyampaikan sikap.
e.
Situasi pada saat sikap
itu dibentuk.
Tentunya tidak semua faktor harus dipenuhi untuk
membentuk suatu sikap. Kadang-kadang satu atau dua faktor sudah cukup. Tetapi
makin banyak faktor yang ikut mempengaruhi, semakin cepat terbentuk sikap.
Sikap
selain dapat terbentuk oleh pengalaman-pengalaman yang objektif atau oleh
sugesti-sugesti, juga dapat terbentuk karena prasangka. Prasangka adalah
penilaian terhadap sesuatu hal berdasarkan fakta dan informasi yang tidak
lengkap. Jadi, sebelum orang tahu benar mengenai sesuatu hal, ia sudah
menetapkan pendapatnya mengenai hal tersebut dan atas dasar itu ia membentuk
sikapnya.
Dalam
interaksi antar kelompok, maka prasangka akan dinyatakan dalam bentuk perasaan
superior, lebih besar, lebih pandai dan lebih berkuasa yang terdapat pada satu
kelompok terhadap kelompok lainnya. Karena itu prasangka selalu diikuti oleh
suatu sikap yang negatif dari satu kelompok terhadap kelompok lainnya.
G.
Pengaruh
Kebudayaan terhadap Sikap dan Kepribadian Manusia
Faktor kebudayaan
sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian manusia. Di dalam
kebudayaan terdapat norma-norma dan nilai-nilai yang mengatur tingkah laku
manusia dalam masyarakat. Tingkah laku sebagai bentuk manifestasi kepribadian
dapat dikatakan normal atau abnormal tergantung pada kesesuaiannya pada
aturan-aturan sosial yang ada atau kesesuaiannya dengan norma-norma kebudayaan
dari masyarakat. Dari sudut pandang inilah maka ketidakmampuan menyesuaikan
diri dalam lingkungan kebudayaan tertentu mungkin dalam lingkungan kebudayaan
lainnya dipandang cukup mampu menyesuaikannya. Misalnya, di lingkungan
kebudayaan yunani kuno dahulu, homoseksual pernah dilembagakan artinya dapat
diterima oleh masyarakat karena dianggap suatu perbuatan yang normal. Akan
tetapi di lingkungan masyarakat yang norma-norma agamanya (dalam hal ini Islam)
kuat, perbuatan demikian merupakan pantangan dan tidak dapat diterima serta
dipandang sebagai perbuatan yang abnormal dan sebagainya.
Oleh para psikologi,
pengaruh kebudayaan terhadap sikap dan tingkah laku serta kepribadian manusia
telah diselidiki sedemikian luasnya sehingga ditemukan kenyataan bahwa peranan
kebudayaan dalam pembentukan sikap,
tingkah laku, dan kepribadian itu terletak dalam satu sistem orientasi yang
oleh Kardiner disebut sistem integratif. Dalam sistem itu manusia memperoleh
kemungkinan untuk mengorganisasikan sikap dan tingkah laku terhadap sistem ide
dan perbuatan yang relatif yang mantap.
Adapun sistem
integratif tersebut adalah:
1.
Sistem rasional yang
berupa metode pengendalian yang dapat membentuk serta memanfaatkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan science.
2.
Sistem kepercayaan,
yaitu semua ide-ide yang bersifat mutlak yang berfungsi untuk menyesuaikan
anggota-anggota kelompok atau masyarakat dengan wilayah kehidupan yang tidak
dapat dimanipulasikan oleh teknologi atau skill
yakni yang menyangkut alam gaib. Sistem kepercayaan tersebut terdiri dari
konsepsi kehidupan seperti agama, adat istiadat, methodology, dan termasuk sistem upacara, seperti upacara
sembahyang, upacara kematian, dan sebagainya.
3.
Ideologi sosial, yaitu
berupa ide dan nilai-nilai yang menyatakan adanya hubungan kekuasaan di antara
anggota atau kelompok masyarakat. Ide dan nilai tersebut mengatur hubungan
manusia dengan yang lainnya dan menciptakan tingkatan tertentu dari kedekatan
hubungan tersebut. Ia mengontrol sistem rasional di atas serta menetapkan
pembagian tugas anggota masyarakat, serta mengatur distribusi barang-barang
kebutuhan masyarakat, dimana tujuan utamanya adalah membina kesejahteraan
sosial.
Ketiga sistem
tersebut meliputi tiga aspek kehidupan manusia, yaitu aspek pengembangan kecerdasan
dalam lapangan hidup, aspek pengembangan kehidupan pribadi dalam hubungan
vertikal dengan Tuhannya melalui emosi dan konasi, dan aspek pengembangan hidup
kemasyarakatannya melalui pikiran dan perasaan sosialnya. Dengan demikian,
kemampuan individualitas, sosialitas, dan moralitas manusia berkembang dalam
ketiga sistem tersebut. Oleh karenanya, dengan ketiga sistem tersebut manusia
dapat mempertahankan hidup.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sikap adalah kesiapan
seseorang dalam mengambil tindakan terhadap rangsangan yang ia peroleh. Di
dalam sikap, terdapat tiga komponen yang saling berkaitan satu sama lainnya,
yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen kecenderungan bertindak
yang merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan.
Kebudayaan
masing-masing daerah sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap seseorang
yang ada pada daerah tersebut. Seseorang yang berada di daerah ‘A’ belum tentu
memiliki sikap yang sama dengan
seseorang yang berada di daerah ‘B’ terhadap sesuatu hal yang sama.
B.
Saran
Ambillah manfaat dari
makalah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar