BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kepemimpinan merupakan fenomena
interaksi sosial yang kompleks dan unik, siapa pun akan menampakkan perilaku
kepemimpinan ketika berinteraksi dalam format memberi pengaruh pada orang lain.
Bahkan dalam kapasitas pribadi pun, di dalam tubuh manusia itu ada kapasitas
atau potensi sebagai pengendali, yang pada intinya memfasilitasi seseorang
untuk dapat memimpin dirinya sendiri. Kepemimpinan sering diberi makna sebagai
derajat keberpengaruhan, sedangkan pemimpin adalah orang yang paling potensial
memberi pengaruh. Pemimpin yang tidak bisa mengaktualkan pengaruhnya, tidak memilik
karakter kepemimpinan sejati.
Kehadiran seseorang sebagai pemimpin,
bisa karena diangkat, dipilih, atas dasar klaim pribadi, bahkan kudeta.
Pemimpin merujuk pada status, sedangkan kepemimpinan merujuk pada pengaruh yang
ditimbulkan. Status pemimpin hanya akan bermakna jika dengan status itu,
karakter kepemimpinannya jelas dan berdampak baik bagi anggota.
Tanpa kehadiran seorang pemimpin dengan
kapasitas kepemimpinan yang hebat, upaya untuk mengimplementasikan misi dan
mencapai prestasi organisasi secara kompetitif akan lebih banyak menjelma
sebagai mimpi ketimbang realitas.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
itu kepemimpinan?
2.
Bagaimana
gaya kepemimpinan seorang pemimpin dan hubungannya dalam cara pengambilan
keputusan?
3.
Apa
saja yang menjadi faktor kepemimpinan?
4.
Apa
saja fungsi dari pemimpin pendidikan?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa itu definisi dan berbagai teori tentang kepemimpinan.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan seorang pemimpin dan caranya mengambil
sebuah keputusan.
3.
Untuk
mengetahui faktor-faktor kepemimpinan.
4.
Untuk
mengetahui fungsi dari pemimpin pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Kepemimpinan
Secara umum definisi kepemimpinan dapat
dirumuskan sebagai berikut: “kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang
dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak,
menuntun, menggerakkan, mengarahkan, dan kalau perlu memaksa orang atau
kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang
dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan (H. M
Djaswidi Al Hamdani, 2013: 26).
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
kegiatan-kegiatan kelompok yang diorganisir menuju kepada penentuan dan
pencapaian tujuan (Ralp M. Stogdill).
Kepemimpinan merupakan motor atau daya
penggerak dari semua sumber dan alat yang tersedia bagi suatu organisasi
(Sondang P. Siagian).
Kepemimpinan dalam organisasi berarti
penggunaan kekuasaan dan pembuatan keputusan-keputusan (Robert Dubin).
Kepemimpinan adalah individu di dalam
kelompok yang memberikan tugas pengarahan dan pengorganisasian yang relevan
dengan kegiatan-kegiatan kelompok (Fred E. Fiedler).
D. E. McFarland mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi
perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain
dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
J. M. Pfifner mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi
dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Oteng Sutisna mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk
menciptakan bentuk dan prosedur baru, merancang dan mengatur perbuatan, dan
dengan berbuat begitu membangkitkan kerja sama kea rah tercapainya tujuan.
Sudarwan Danim (2010: 6) mendefinisikan
kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok
untuk mengkoordinasikan dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain
yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Kepemimpinan merupakan sumbangan dari
seseorang dalam situasi kerja sama. Kepemimpinan dan kelompok adalah merupakan
dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Tidak ada
kelompok tanpa adanya pimpinan, dan sebaliknya kepemimpinan hanya ada dalam
situasi interaksi kelompok.
Seseorang tidak dapat dikatakan pemimpin
jika ia berada di luar kelompok, ia harus berada di dalam suatu kelompok dimana
ia memainkan peranan dan kegiatan kepemimpinannya.
Kepemimpinan pendidikan merupakan
kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
B.
Teori
Kepemimpinan
Awalnya, teori-teori kepemimpinan
berfokus pada kualitas apa yang membedakan antara pemimpin dan pengikut (leaders and followers), sementara
teori-teori berikutnya memandang variabel lain seperti faktor-faktor
situasional dan tingkat keterampilan individual. Setidaknya, ada delapan teori
kepemimpinan, yaitu:
a.
Teori
genetis
Teori ini sering
disebut the great man theory. Teori
ini berasumsi bahwa kapasitas kepemimpinan itu bersifat inheren, bahwa pemimpin
besar (great leader) dilahirkan,
bukan dibuat (leader are born, not made).
Teori ini menggambarkan bahwa pemimpin besar sebagai heroik, mitos, dan
ditakdirkan untuk naik ke tampuk kepemimpinan ketika diperlukan. Istilah
“manusia besar” digunakan karena pada saat itu, kepemimpinan memikirkan
terutama sebagai kualitas laki-laki yang lazim terdapat dalam kepemimpinan
militer.
b.
Teori
sifat
Serupa
konsepsinya dengan teori “great man”
teori sifat (traits theory of leadership)
mengasumsikan bahwa manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu dan sifat-sifat
yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan fungsi kepemimpinan. Teori
sifat tertentu sering mengidentifikasi karakteristik kepribadian atau prilaku
yang dimiliki oleh pemimpin. Tetapi jika sifat-sifat tertentu adalah fitur
utama kepemimpinan, bagaimana kita menjelaskan orang-orang yang memiliki
sifat-sifat kepemimpinan, tetapi bukan pemimpin? Pertanyaan ini merupakan salah
satu kesulitan dalam menggunakan teori dalam untuk menjelaskan sifat
kepemimpinan. Di sini pulalah awal dari prakesimpulan bahwa persoalan
kepemimpinan tetap menjadi misteri sampai sekarang.
c.
Teori
kontingensi
Teori-teori
kepemimpinan kontingensi (contingency
theory of leadership) memfokuskan pada variabel tertentu yang berhubungan
dengan lingkungan yang bisa menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok
untuk situasi yang cocok pula. Menurut teori ini, tidak ada kepemimpinan yang
terbaik dalam segala situasi. Sukses kerja pemimpin dengan kepemimpinan itu
sendiri tegantung pada sejumlah variable, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas
pengikut, dan situasi yang mengitarinya.
d.
Teori
situasional
Teori
kepemimpinan situasional (situational
theory of leadership) mengusulkan bahwa pemimpin memilih tindakan terbaik
berdasarkan variabel situasional. Gaya kepemimpinan yang berbeda mungkin lebih
cocok untuk pembuatan keputusan jenis tertentu pada situasi tertentu pula.
Dalam kaitannya dengan kepemimpinan guru (teacher
leadership), tradisi sekolah kita tidak membolehkan guru bertindak keras
dalam menghukum siswa
e.
Teori
perilaku
Teori perilaku
kepemimpinan (behavioral theory of
leadership) didasari pada keyakinan bahwa pemimpin yang hebat merupakan
hasil bentukan atau dapat dibentuk, bukan dilahirkan (leader are made, not born). Berakar pada teori behaviorisme, teori
kepemimpinan ini berfokus pada tindakan pemimpin, bukan pada kualitas mental
atau internal. Menurut teori ini, orang bisa belajar untuk menjadi pemimpin,
misalnya melalui pelatihan atau observasi.
f.
Teori
partisipatif
Teori
kepemimpinan partisipatif (particpative
theory of leadership) menunjukkan gaya kepemimpinan yang ideal adalah
mengambil prakarsa bagi pelibatan orang lain, sehingga pada setiap keputusan,
antara pemimpin dan pengikutnya, seperti memiliki rekening bersama, meski
jumlah uang disetor ke dalam rekening itu, tidak harus bahkan tidak boleh
selalu sama. Pemimpin seperti ini mendorong partisipasi dan kontribusi dari
anggota kelompok dan membantu anggota kellompok merasa lebih relevan dan
berkomitmen terhadap proses pembuatan keputusan. Dalam teori partisipatif,
pemimpin memiliki hak untuk mengizinkan masukan dari orang lain.
g.
Teori
transaksional
Teori ini sering
disebut sebagai teori-teori manajemen (management
theories). Teori transaksional berfokus pada peran pengawasan, organisasi,
dan kinerja kelompok. Dasar teori-teori kepemimpinan ini pada sistem ganjaran
dan hukuman. Teori-teori manajerial pun sering digunakan dalam bisnis; ketika
karyawan sukses, mereka dihargai; dan ketika mereka gagal, mereka ditegur atau
dihukum. Karena itu teori transaksional dipandang identik dengan teori
manajemen.
h.
Teori
transformasional
Teori ini sering
disebut dengan teori-teori relasional kepemimpinan. Teori ini berfokus pada
hubungan yang terbentu antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin memotivasi dan
mengilhammi atau menginspirasi orang dengan membantu anggota kelompok memahami
potensinya untuk kemudian ditransformasikan menjadi perilaku nyata dalam rangka
penyelesaian tugas pokok dan fungsi dalam kebersamaan. Pemimpin
transformasional terfokus pada kinerja anggota kelompok, tapi juga ingin setiap
orang untuk memenuhi potensinya. Pemimpin transformasional biasanya memiliki etika
yang tinggi dan standar moral.
C.
Gaya
Kepemimpinan
Pada tahun 1939, psikolog Kurt Lewin
memimpin sekelompok peneliti ahli untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang
berbeda. Penelitian Kurt Lewin ini sesungguhnya merupakan studi awal. Walaupun
penelitian lanjutan yang lebih spesifik telah berhasil mengidentifikasi jenis
kepemimpinan kekinian, studi awal ini telah menemukan tiga gaya kepemimpinan
utama yang sangat berpengaruh bagi pengembangan teori kepemimpinan era
berikutnya.
Dalam studi tersebut, kelompok anak-anak
sekolah ditugaskan untuk mengambil peran dalam salah satu dari tiga kelompok
secara adil dengan pendekatan otoriter, demokratis, atau laissez-faire. Anak-anak itu kemudian dipimpin dalam proyek seni
dan kerajinan. Para peneliti kemudian mengamati perilaku anak-anak sebagai
respon terhadap gaya kepemimpinan yang berbeda itu. Ketiga gaya kepemimpinan
itu disajikan sebagai berikut ini.
a.
Kepemimpinan
Otoriter (autocratic leadership).
Pemimpin
otoriter memberikan ekspektasi yang jelas apa yang harus dilakukan, kapan harus
dilakukan, dan bagaimana hal itu harus dilakukan. Ada juga pembagian yang jelas
antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin otoriter membuat keputusan secara
independen dengan sedikit atau tanpa masukan dari anggota kelompok lainnya.
Peneliti menemukan bahwa pembuatan keputusan di bawah kepemimpinan otoriter
bersifat kurang kreatif. Lewin dkk. juga menemukan bahwa pemimpin lebih sulit
untuk bergerak dari gaya otoriter ke gaya demokratis, demikian sebaliknya.
Aplikasi nyata gaya ini biasanya dilihat sebagai mengontrol, bossy, dan diktator. Kepemimpinan
otoriter yang terbaik adalah diterapkan pada situasi di mana ada sedikit waktu
untuk pembuatan keputusan kelompok atau pada kondisi di mana pemimpin adalah
yang paling berpengetahuan dari anggota kelompok.
b.
Kepemimpinan
Partisipatif (democratic leadership).
Studi Lewin dkk.
menemukan bahwa kepemimpinan partisipatif (demokratis) pada umumnya merupakan
gaya kepemimpinan yang paling efektif. Pemimpin demokratis menawarkan bimbingan
kepada anggota sekaligus juga berpartisipasi dalam kelompok dan memungkinkan
menerima masukan dari anggota kelompok lainnya. Dalam studi Lewin dkk.,
anak-anak yang dalam kelompok demokratis ini kurang produktif dibandingkan
dengan mereka yang menjadi anggota kelompok otoriter, tetapi kontribusi mereka
jauh lebih berkualitas. Pemimpin partisipatif mendorong anggota kelompok untuk
berpartisipasi, tapi mempertahankan keputusan final atas proses pembuatan
keputusan. Anggota kelompok merasa terlibat dalam proses, serta lebih
termotivasi dan kreatif.
c.
Kepemimpinan
Delegatif (delegatif or laissez-faire
leadership).
Peneliti
menyimpulkan bahwa anak-anak di bawah kepemimpinan delegatif (laissez-faire, membolehkan andil
sesukanya, namun cenderung ke arah yang adil) adalah yang paling produktif dari
semua tiga kelompok eksperimen. Anak-anak dalam kelompok ini juga dibuat lebih
menuntut pemimpin, menunjukkan sedikit kerja sama, dan tidak mampu bekerja
secara mandiri. Pemimpin delegatif sedikit atau tidak memberikan bimbingan
kepada anggota kelompok dan mendelegasikan (melimpahkan wewenang) pembuatan
keputusan sampai ke anggota kelompok. Kerjakanlah seperti apa yang dimaui oleh
anda sebagai anggota kelompok! Demikian, gaya delegatif penuh. Meskipun gaya
ini bisa efektif dalam situasi di mana
anggota kelompok berkualifikasi tinggi dalam bidang keahlian, seringkali
mengarah pada peran didefinisikan dengan buruk dan kurangnya motivasi.
Gaya
kepemimpinan yang efektif, yakni yang memperhatikan dimensi-dimensi hubungan
antar manusia (human relationship),
dimensi pelaksanaan tugas, dan dimensi situasi dan kondisi (sikon) yang ada.
Administrator akan berhasil melaksanakan tugasnya apabila ia memiliki gaya
kepemimpinan yang efektif. Syarat pertama adalah ia sebagai pemimpin harus
memelihara hubungan baik antara bawahannya. Ini berarti ia harus mengenal
bawahannya apa kepentingan-kepentingannya, dapat menimbulkan motivasi bekerja
untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan organisasi, mengusahakan
kepuasan kerja. Disamping itu, juga perlu diperhatikan pentingnya penyelesaian
tugas oleh setiap anggota organisasi sesuai dengan pertelaan tugas (job description) (H.M. Daryanto, 2008:
13-14).
D.
Faktor
Kepemimpinan
Terdapat empat faktor dalam
kepemimpinan, yaitu (a) pemimpin, (b) pengikut, (c) situasi, dan (d)
komunikasi.
a.
Pemimpin
Pemimpin harus
memiliki pemahaman yang jujur mengenai siapa dirinya sendiri. Kejujuran itu
mahal, karena harus mengombinasikan apa yang dikatakan dengan apa yang
diperbuat, apa yang tertuang dalam dokumen resmi dengan apa yang benar-benar
nyata di balik dokumen itu, apa yang nampak di permukaan dengan apa yang
tersembunyi di balik layar, apa yang diketahui dengan apa yang dikomunikasikan,
dan sebagainya. Klaim sukses seorang pemimpin sejati bukan berasal darinya,
melainkan menurut pengakuan pengikut atau masyarakat. Jadi, bukan pemimpin
sendiri yang menentukan apakah dia seorang yang sukses. Jika yang dipimpin
tidak atau kurang percaya pada pimpinannya, mereka akan bersemangat mencari
mode lain atau berhenti beraktivitas. Untuk menjadi sukses, seorang pemimpin
harus meyakinkan pengikutnya dan dia harus mampu menampilkan sosok yang memang
layak untuk diikuti.
b.
Pengikut
Berbeda pengikut,
berbeda pula karakternya. Dengan demikian, pengikut yang berbeda memerlukan
gaya kepemimpinan yang berbeda pula. Pendapat ini memang terkadang naif dalam
situasi kelompok, meski sangat dianjurkan dalam situasi layanan individual atau
kasus per kasus. Sebagai contoh, karyawan baru memerlukan lebih banyak
pengawasan dibandingkan dengan karyawan yang berpengalaman. Seseorang yang
tidak memiliki motivasi membutuhkan pendekatan yang berbeda dengan mereka yang
bermotivasi tinggi. Karenanya, seorang pemimpin harus mengenal orang-orang yang
dipimpin atau pengikutnya. Bagi pimpinan, titik awal yaang mendasar adalah
memiliki pemahaman yang baik mengenal sifat manusia, seperti kebutuhan, emosi,
dan motivasi. Pemimpin harus “turun ke bawah” (meski tidak selalu tersedia
waktu) untuk mengetahui karyawan, atribut (sifat yang menjadi ciri khas)
karyawannya: menemui, mengetahui, dan (ajak untuk) melakukan.
c.
Situasi
Kepemimpinan
tidak berada pada situasi yang kosong. Dia selalulberada dalam situasi, meski
semua situasi adalah berbeda. Apa yang efekti dilakukan oleh pimpinan dalam
situasi tidak akan selalu, bahkan hampir pasti tidak efektif dalam situasi
lain. Pemimpin harus menggunakan pertimbangan untuk memutuskan pertimbangan
terbaik seperti apa dan gaya kepemimpinan macam yang diperlukan untuk setiap
situasi. Sebagai contoh, pemimpin mungkin perlu untuk menghadapi seorang
karyawan yang berperilaku tidak pantas, tetapi jika konfrontasi terlalu lambat
atau terlalu awal, terlalu keras atau terlalu lemah, maka hasilnya mungkin akan
terbukti tidak efektif. Berbagai kekuatan akan mempengaruhi faktor-faktor ini.
Belajar dari pengalaman, meminta pendapat pihak ketiga menggunakan keyakinan
atas nila-nilai dan intuisi seringkali efektif untuk membuat keputusan pada
situasi yang sangat sulit. Di sinilah esensi pemimpin memerlukan kecerdasan
adversarial, yaitu kemampuan diri untuk cepat keluar dari situasi sulit dengan
tindakan yang benar atau beresiko paling kecil.
d.
Komunikasi
Pemimpin yang
baik adalah komunikator yang andal. Sebagian besar waktu yang terpakai untuk
kerja kepemimpinan adalah berkomunikasi, baik internal maupun eksternal.
Aktivitas memimpin dilakukan melalui komunikasi dua arah. Komunikasi itu bisa
verbal, bisa juga nonverbal. Meski komunikasi verbal paling lazim, tidak jarang
juga komunikasi nonverbal menjadi dominan. Sebagai contoh, ketika pemimpin
meminta bawahannya agar tidak melakukan sesuatu, mereka cenderung tidak akan
melakukannya. Demikian sebaliknya, apa dan bagaimana cara pemimpin
berkomunikasi sangat menentukan apakah hal itu akan membangun atau merusak
hubungan antar sesama mereka.
E.
Fungsi
Pemimpin Pendidikan
Fungsi utama pemimpin pendidikan adalah
kelompok untuk belajar memutuskan dan bekerja, antara lain:
a.
Pemimpin
membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasama, dengan penuh rasa
kebebasan;
b.
Pemimpin
membantu kelompok untuk mengorganisir diri, yaitu ikut serta dalam memberikan
rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan;
c.
Pemimpin
membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu kelompok
dalam menganalisis situasi untuk kemudian dapat menetapkan prosedur mana yang
paling praktis dan efektif;
d.
Pemimpin
bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok, pemimpin
memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman.
e.
Pemimpin
mempunyai tanggung jawab untuk melatih kelompok menyadari proses dari isi
pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan objektif;
f.
Pemimpin
bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kepemimpinan pendidikan merupakan
kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Awalnya teori kepemimpinan berfokus pada
kualitas apa yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, sementara
teori-teori berikutnya memandang variabel lain seperti teori genetis, teori
sifat, teori kontingensi, teori situasional, teori perilaku, teori partisipatif,
teori transaksional, dan teori transformasional.
Pada tahun 1939, seorang psikolog
bernama Kurt Lewin telah melakukan penelitian untuk mengidentifikasi gaya
kepemimpinan yang berbeda. Ia menemukan tiga gaya kepemimpinan utama yang
sangat berpengaruh bagi pengembangan teori kepemimpinan berikutnya. Ketiga gaya
kepemimpinan tersebut adalah (1) kepemimpinan otoriter, (2) kepemimpinan
partisipatif, (3) kepemimpinan delegatif.
Terdapat empat faktor yang saling
berhubungan di dalam kepemimpinan, yaitu pemimpin, pengikut, situasi, dan
komunikasi. Keempat faktor tersebut sangat menentukan keberhasilan seorang
pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya.
Fungsi dari seorang pemimpin adalah
untuk membantu menciptakan suasana persaudaraan dan kerja sama di dalam kelompok,
membantu kelompok untuk mengorganisir diri, menetapkan prosedur kerja,
bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok, melatih
kelompok supaya menyadari proses dari isi pekerjaan yang dilakukan dan berani
menilai hasilnya secara jujur dan objektif, dan bertanggung jawab dalam
mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.
B.
Saran
Setiap
manusia adalah seorang pemimpin, baik menjadi pemimpin bagi orang lain, ataupun
menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kamu pemimpin dan setiap kamu akan
mempertanggung jawabkan atas kepemimpinanmu”. (H.R. Bukhari). Oleh karena
itu, kita harus menjadi pemimpin yang mau bekerja keras supaya berhasil
mencapai setiap tujuan yang dicita-citakan.
DAFTAR PUSTAKA
Al Hamdani,
Djaswidi.2013. Administrasi Pendidikan.
Bandung: Media Cendekia Publisher.
Danim, Sudarwan. 2010. Kepemimpinan Pendidikan Kepemimpinan Jenius
(IQ + EQ), Etika, Perilaku Motivasional, dan Mitos. Bandung: Alfabeta.
Daryanto, H.M. 2008. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar