FC Barcelona
PENGETAHUAN BAGI ISLAM BAGAIKAN RUH (NYAWA) BAGI MANUSIA (MUHAMMAD AL GHAZALI (1970), KHULUQUL MUSLIM: 445).

Jumat, 23 September 2016

Makalah Administrasi Pendidikan: Kepemimpinan Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan merupakan fenomena interaksi sosial yang kompleks dan unik, siapa pun akan menampakkan perilaku kepemimpinan ketika berinteraksi dalam format memberi pengaruh pada orang lain. Bahkan dalam kapasitas pribadi pun, di dalam tubuh manusia itu ada kapasitas atau potensi sebagai pengendali, yang pada intinya memfasilitasi seseorang untuk dapat memimpin dirinya sendiri. Kepemimpinan sering diberi makna sebagai derajat keberpengaruhan, sedangkan pemimpin adalah orang yang paling potensial memberi pengaruh. Pemimpin yang tidak bisa mengaktualkan pengaruhnya, tidak memilik karakter kepemimpinan sejati.
Kehadiran seseorang sebagai pemimpin, bisa karena diangkat, dipilih, atas dasar klaim pribadi, bahkan kudeta. Pemimpin merujuk pada status, sedangkan kepemimpinan merujuk pada pengaruh yang ditimbulkan. Status pemimpin hanya akan bermakna jika dengan status itu, karakter kepemimpinannya jelas dan berdampak baik bagi anggota.
Tanpa kehadiran seorang pemimpin dengan kapasitas kepemimpinan yang hebat, upaya untuk mengimplementasikan misi dan mencapai prestasi organisasi secara kompetitif akan lebih banyak menjelma sebagai mimpi ketimbang realitas.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu kepemimpinan?
2.      Bagaimana gaya kepemimpinan seorang pemimpin dan hubungannya dalam cara pengambilan keputusan?
3.      Apa saja yang menjadi faktor kepemimpinan?
4.      Apa saja fungsi dari pemimpin pendidikan?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu definisi dan berbagai teori tentang kepemimpinan.
2.      Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan seorang pemimpin dan caranya mengambil sebuah keputusan.
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor kepemimpinan.
4.      Untuk mengetahui fungsi dari pemimpin pendidikan.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Kepemimpinan
Secara umum definisi kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai berikut: “kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan, dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan (H. M Djaswidi Al Hamdani, 2013: 26).
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang diorganisir menuju kepada penentuan dan pencapaian tujuan (Ralp M. Stogdill).
Kepemimpinan merupakan motor atau daya penggerak dari semua sumber dan alat yang tersedia bagi suatu organisasi (Sondang P. Siagian).
Kepemimpinan dalam organisasi berarti penggunaan kekuasaan dan pembuatan keputusan-keputusan (Robert Dubin).
Kepemimpinan adalah individu di dalam kelompok yang memberikan tugas pengarahan dan pengorganisasian yang relevan dengan kegiatan-kegiatan kelompok (Fred E. Fiedler).
D. E. McFarland mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
J. M. Pfifner mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah seni  mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Oteng Sutisna mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk menciptakan bentuk dan prosedur baru, merancang dan mengatur perbuatan, dan dengan berbuat begitu membangkitkan kerja sama kea rah tercapainya tujuan.
Sudarwan Danim (2010: 6) mendefinisikan kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasikan dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kepemimpinan merupakan sumbangan dari seseorang dalam situasi kerja sama. Kepemimpinan dan kelompok adalah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Tidak ada kelompok tanpa adanya pimpinan, dan sebaliknya kepemimpinan hanya ada dalam situasi interaksi kelompok.
Seseorang tidak dapat dikatakan pemimpin jika ia berada di luar kelompok, ia harus berada di dalam suatu kelompok dimana ia memainkan peranan dan kegiatan kepemimpinannya.
Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

B.     Teori Kepemimpinan
Awalnya, teori-teori kepemimpinan berfokus pada kualitas apa yang membedakan antara pemimpin dan pengikut (leaders and followers), sementara teori-teori berikutnya memandang variabel lain seperti faktor-faktor situasional dan tingkat keterampilan individual. Setidaknya, ada delapan teori kepemimpinan, yaitu:
a.         Teori genetis
Teori ini sering disebut the great man theory. Teori ini berasumsi bahwa kapasitas kepemimpinan itu bersifat inheren, bahwa pemimpin besar (great leader) dilahirkan, bukan dibuat (leader are born, not made). Teori ini menggambarkan bahwa pemimpin besar sebagai heroik, mitos, dan ditakdirkan untuk naik ke tampuk kepemimpinan ketika diperlukan. Istilah “manusia besar” digunakan karena pada saat itu, kepemimpinan memikirkan terutama sebagai kualitas laki-laki yang lazim terdapat dalam kepemimpinan militer.
b.         Teori sifat
Serupa konsepsinya dengan teori “great man” teori sifat (traits theory of leadership) mengasumsikan bahwa manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu dan sifat-sifat yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan fungsi kepemimpinan. Teori sifat tertentu sering mengidentifikasi karakteristik kepribadian atau prilaku yang dimiliki oleh pemimpin. Tetapi jika sifat-sifat tertentu adalah fitur utama kepemimpinan, bagaimana kita menjelaskan orang-orang yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan, tetapi bukan pemimpin? Pertanyaan ini merupakan salah satu kesulitan dalam menggunakan teori dalam untuk menjelaskan sifat kepemimpinan. Di sini pulalah awal dari prakesimpulan bahwa persoalan kepemimpinan tetap menjadi misteri sampai sekarang.
c.         Teori kontingensi
Teori-teori kepemimpinan kontingensi (contingency theory of leadership) memfokuskan pada variabel tertentu yang berhubungan dengan lingkungan yang bisa menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok untuk situasi yang cocok pula. Menurut teori ini, tidak ada kepemimpinan yang terbaik dalam segala situasi. Sukses kerja pemimpin dengan kepemimpinan itu sendiri tegantung pada sejumlah variable, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas pengikut, dan situasi yang mengitarinya.
d.        Teori situasional
Teori kepemimpinan situasional (situational theory of leadership) mengusulkan bahwa pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel situasional. Gaya kepemimpinan yang berbeda mungkin lebih cocok untuk pembuatan keputusan jenis tertentu pada situasi tertentu pula. Dalam kaitannya dengan kepemimpinan guru (teacher leadership), tradisi sekolah kita tidak membolehkan guru bertindak keras dalam menghukum siswa
e.         Teori perilaku
Teori perilaku kepemimpinan (behavioral theory of leadership) didasari pada keyakinan bahwa pemimpin yang hebat merupakan hasil bentukan atau dapat dibentuk, bukan dilahirkan (leader are made, not born). Berakar pada teori behaviorisme, teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan pemimpin, bukan pada kualitas mental atau internal. Menurut teori ini, orang bisa belajar untuk menjadi pemimpin, misalnya melalui pelatihan atau observasi.
f.          Teori partisipatif
Teori kepemimpinan partisipatif (particpative theory of leadership) menunjukkan gaya kepemimpinan yang ideal adalah mengambil prakarsa bagi pelibatan orang lain, sehingga pada setiap keputusan, antara pemimpin dan pengikutnya, seperti memiliki rekening bersama, meski jumlah uang disetor ke dalam rekening itu, tidak harus bahkan tidak boleh selalu sama. Pemimpin seperti ini mendorong partisipasi dan kontribusi dari anggota kelompok dan membantu anggota kellompok merasa lebih relevan dan berkomitmen terhadap proses pembuatan keputusan. Dalam teori partisipatif, pemimpin memiliki hak untuk mengizinkan masukan dari orang lain.
g.         Teori transaksional
Teori ini sering disebut sebagai teori-teori manajemen (management theories). Teori transaksional berfokus pada peran pengawasan, organisasi, dan kinerja kelompok. Dasar teori-teori kepemimpinan ini pada sistem ganjaran dan hukuman. Teori-teori manajerial pun sering digunakan dalam bisnis; ketika karyawan sukses, mereka dihargai; dan ketika mereka gagal, mereka ditegur atau dihukum. Karena itu teori transaksional dipandang identik dengan teori manajemen.
h.         Teori transformasional
Teori ini sering disebut dengan teori-teori relasional kepemimpinan. Teori ini berfokus pada hubungan yang terbentu antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin memotivasi dan mengilhammi atau menginspirasi orang dengan membantu anggota kelompok memahami potensinya untuk kemudian ditransformasikan menjadi perilaku nyata dalam rangka penyelesaian tugas pokok dan fungsi dalam kebersamaan. Pemimpin transformasional terfokus pada kinerja anggota kelompok, tapi juga ingin setiap orang untuk memenuhi potensinya. Pemimpin transformasional biasanya memiliki etika yang tinggi dan standar moral.


C.     Gaya Kepemimpinan
Pada tahun 1939, psikolog Kurt Lewin memimpin sekelompok peneliti ahli untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang berbeda. Penelitian Kurt Lewin ini sesungguhnya merupakan studi awal. Walaupun penelitian lanjutan yang lebih spesifik telah berhasil mengidentifikasi jenis kepemimpinan kekinian, studi awal ini telah menemukan tiga gaya kepemimpinan utama yang sangat berpengaruh bagi pengembangan teori kepemimpinan era berikutnya.
Dalam studi tersebut, kelompok anak-anak sekolah ditugaskan untuk mengambil peran dalam salah satu dari tiga kelompok secara adil dengan pendekatan otoriter, demokratis, atau laissez-faire. Anak-anak itu kemudian dipimpin dalam proyek seni dan kerajinan. Para peneliti kemudian mengamati perilaku anak-anak sebagai respon terhadap gaya kepemimpinan yang berbeda itu. Ketiga gaya kepemimpinan itu disajikan sebagai berikut ini.
a.    Kepemimpinan Otoriter (autocratic leadership).
Pemimpin otoriter memberikan ekspektasi yang jelas apa yang harus dilakukan, kapan harus dilakukan, dan bagaimana hal itu harus dilakukan. Ada juga pembagian yang jelas antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin otoriter membuat keputusan secara independen dengan sedikit atau tanpa masukan dari anggota kelompok lainnya. Peneliti menemukan bahwa pembuatan keputusan di bawah kepemimpinan otoriter bersifat kurang kreatif. Lewin dkk. juga menemukan bahwa pemimpin lebih sulit untuk bergerak dari gaya otoriter ke gaya demokratis, demikian sebaliknya. Aplikasi nyata gaya ini biasanya dilihat sebagai mengontrol, bossy, dan diktator. Kepemimpinan otoriter yang terbaik adalah diterapkan pada situasi di mana ada sedikit waktu untuk pembuatan keputusan kelompok atau pada kondisi di mana pemimpin adalah yang paling berpengetahuan dari anggota kelompok.
b.    Kepemimpinan Partisipatif (democratic leadership).
Studi Lewin dkk. menemukan bahwa kepemimpinan partisipatif (demokratis) pada umumnya merupakan gaya kepemimpinan yang paling efektif. Pemimpin demokratis menawarkan bimbingan kepada anggota sekaligus juga berpartisipasi dalam kelompok dan memungkinkan menerima masukan dari anggota kelompok lainnya. Dalam studi Lewin dkk., anak-anak yang dalam kelompok demokratis ini kurang produktif dibandingkan dengan mereka yang menjadi anggota kelompok otoriter, tetapi kontribusi mereka jauh lebih berkualitas. Pemimpin partisipatif mendorong anggota kelompok untuk berpartisipasi, tapi mempertahankan keputusan final atas proses pembuatan keputusan. Anggota kelompok merasa terlibat dalam proses, serta lebih termotivasi dan kreatif.
c.    Kepemimpinan Delegatif (delegatif or laissez-faire leadership).
Peneliti menyimpulkan bahwa anak-anak di bawah kepemimpinan delegatif (laissez-faire, membolehkan andil sesukanya, namun cenderung ke arah yang adil) adalah yang paling produktif dari semua tiga kelompok eksperimen. Anak-anak dalam kelompok ini juga dibuat lebih menuntut pemimpin, menunjukkan sedikit kerja sama, dan tidak mampu bekerja secara mandiri. Pemimpin delegatif sedikit atau tidak memberikan bimbingan kepada anggota kelompok dan mendelegasikan (melimpahkan wewenang) pembuatan keputusan sampai ke anggota kelompok. Kerjakanlah seperti apa yang dimaui oleh anda sebagai anggota kelompok! Demikian, gaya delegatif penuh. Meskipun gaya ini bisa efektif dalam situasi di mana  anggota kelompok berkualifikasi tinggi dalam bidang keahlian, seringkali mengarah pada peran didefinisikan dengan buruk dan kurangnya motivasi.
Gaya kepemimpinan yang efektif, yakni yang memperhatikan dimensi-dimensi hubungan antar manusia (human relationship), dimensi pelaksanaan tugas, dan dimensi situasi dan kondisi (sikon) yang ada. Administrator akan berhasil melaksanakan tugasnya apabila ia memiliki gaya kepemimpinan yang efektif. Syarat pertama adalah ia sebagai pemimpin harus memelihara hubungan baik antara bawahannya. Ini berarti ia harus mengenal bawahannya apa kepentingan-kepentingannya, dapat menimbulkan motivasi bekerja untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan organisasi, mengusahakan kepuasan kerja. Disamping itu, juga perlu diperhatikan pentingnya penyelesaian tugas oleh setiap anggota organisasi sesuai dengan pertelaan tugas (job description) (H.M. Daryanto, 2008: 13-14).

D.    Faktor Kepemimpinan
Terdapat empat faktor dalam kepemimpinan, yaitu (a) pemimpin, (b) pengikut, (c) situasi, dan (d) komunikasi.
a.       Pemimpin
Pemimpin harus memiliki pemahaman yang jujur mengenai siapa dirinya sendiri. Kejujuran itu mahal, karena harus mengombinasikan apa yang dikatakan dengan apa yang diperbuat, apa yang tertuang dalam dokumen resmi dengan apa yang benar-benar nyata di balik dokumen itu, apa yang nampak di permukaan dengan apa yang tersembunyi di balik layar, apa yang diketahui dengan apa yang dikomunikasikan, dan sebagainya. Klaim sukses seorang pemimpin sejati bukan berasal darinya, melainkan menurut pengakuan pengikut atau masyarakat. Jadi, bukan pemimpin sendiri yang menentukan apakah dia seorang yang sukses. Jika yang dipimpin tidak atau kurang percaya pada pimpinannya, mereka akan bersemangat mencari mode lain atau berhenti beraktivitas. Untuk menjadi sukses, seorang pemimpin harus meyakinkan pengikutnya dan dia harus mampu menampilkan sosok yang memang layak untuk diikuti.
b.      Pengikut
Berbeda pengikut, berbeda pula karakternya. Dengan demikian, pengikut yang berbeda memerlukan gaya kepemimpinan yang berbeda pula. Pendapat ini memang terkadang naif dalam situasi kelompok, meski sangat dianjurkan dalam situasi layanan individual atau kasus per kasus. Sebagai contoh, karyawan baru memerlukan lebih banyak pengawasan dibandingkan dengan karyawan yang berpengalaman. Seseorang yang tidak memiliki motivasi membutuhkan pendekatan yang berbeda dengan mereka yang bermotivasi tinggi. Karenanya, seorang pemimpin harus mengenal orang-orang yang dipimpin atau pengikutnya. Bagi pimpinan, titik awal yaang mendasar adalah memiliki pemahaman yang baik mengenal sifat manusia, seperti kebutuhan, emosi, dan motivasi. Pemimpin harus “turun ke bawah” (meski tidak selalu tersedia waktu) untuk mengetahui karyawan, atribut (sifat yang menjadi ciri khas) karyawannya: menemui, mengetahui, dan (ajak untuk) melakukan.
c.       Situasi
Kepemimpinan tidak berada pada situasi yang kosong. Dia selalulberada dalam situasi, meski semua situasi adalah berbeda. Apa yang efekti dilakukan oleh pimpinan dalam situasi tidak akan selalu, bahkan hampir pasti tidak efektif dalam situasi lain. Pemimpin harus menggunakan pertimbangan untuk memutuskan pertimbangan terbaik seperti apa dan gaya kepemimpinan macam yang diperlukan untuk setiap situasi. Sebagai contoh, pemimpin mungkin perlu untuk menghadapi seorang karyawan yang berperilaku tidak pantas, tetapi jika konfrontasi terlalu lambat atau terlalu awal, terlalu keras atau terlalu lemah, maka hasilnya mungkin akan terbukti tidak efektif. Berbagai kekuatan akan mempengaruhi faktor-faktor ini. Belajar dari pengalaman, meminta pendapat pihak ketiga menggunakan keyakinan atas nila-nilai dan intuisi seringkali efektif untuk membuat keputusan pada situasi yang sangat sulit. Di sinilah esensi pemimpin memerlukan kecerdasan adversarial, yaitu kemampuan diri untuk cepat keluar dari situasi sulit dengan tindakan yang benar atau beresiko paling kecil.
d.      Komunikasi
Pemimpin yang baik adalah komunikator yang andal. Sebagian besar waktu yang terpakai untuk kerja kepemimpinan adalah berkomunikasi, baik internal maupun eksternal. Aktivitas memimpin dilakukan melalui komunikasi dua arah. Komunikasi itu bisa verbal, bisa juga nonverbal. Meski komunikasi verbal paling lazim, tidak jarang juga komunikasi nonverbal menjadi dominan. Sebagai contoh, ketika pemimpin meminta bawahannya agar tidak melakukan sesuatu, mereka cenderung tidak akan melakukannya. Demikian sebaliknya, apa dan bagaimana cara pemimpin berkomunikasi sangat menentukan apakah hal itu akan membangun atau merusak hubungan antar sesama mereka.

E.     Fungsi Pemimpin Pendidikan
Fungsi utama pemimpin pendidikan adalah kelompok untuk belajar memutuskan dan bekerja, antara lain:
a.       Pemimpin membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasama, dengan penuh rasa kebebasan;
b.      Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir diri, yaitu ikut serta dalam memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan;
c.       Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu kelompok dalam menganalisis situasi untuk kemudian dapat menetapkan prosedur mana yang paling praktis dan efektif;
d.      Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok, pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman.
e.       Pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk melatih kelompok menyadari proses dari isi pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan objektif;
f.       Pemimpin bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Awalnya teori kepemimpinan berfokus pada kualitas apa yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, sementara teori-teori berikutnya memandang variabel lain seperti teori genetis, teori sifat, teori kontingensi, teori situasional, teori perilaku, teori partisipatif, teori transaksional, dan teori transformasional.
Pada tahun 1939, seorang psikolog bernama Kurt Lewin telah melakukan penelitian untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang berbeda. Ia menemukan tiga gaya kepemimpinan utama yang sangat berpengaruh bagi pengembangan teori kepemimpinan berikutnya. Ketiga gaya kepemimpinan tersebut adalah (1) kepemimpinan otoriter, (2) kepemimpinan partisipatif, (3) kepemimpinan delegatif.
Terdapat empat faktor yang saling berhubungan di dalam kepemimpinan, yaitu pemimpin, pengikut, situasi, dan komunikasi. Keempat faktor tersebut sangat menentukan keberhasilan seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya.
Fungsi dari seorang pemimpin adalah untuk membantu menciptakan suasana persaudaraan dan kerja sama di dalam kelompok, membantu kelompok untuk mengorganisir diri, menetapkan prosedur kerja, bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok, melatih kelompok supaya menyadari proses dari isi pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan objektif, dan bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.

B.     Saran
Setiap manusia adalah seorang pemimpin, baik menjadi pemimpin bagi orang lain, ataupun menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kamu pemimpin dan setiap kamu akan mempertanggung jawabkan atas kepemimpinanmu”. (H.R. Bukhari). Oleh karena itu, kita harus menjadi pemimpin yang mau bekerja keras supaya berhasil mencapai setiap tujuan yang dicita-citakan.
DAFTAR PUSTAKA
Al Hamdani, Djaswidi.2013. Administrasi Pendidikan. Bandung: Media Cendekia Publisher.
Danim, Sudarwan. 2010. Kepemimpinan Pendidikan Kepemimpinan Jenius (IQ + EQ), Etika, Perilaku Motivasional, dan Mitos. Bandung: Alfabeta.

Daryanto, H.M. 2008. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar